Karena menyalahi peran, tugas, dan tanggung jawabnya sebagai pengajar dan pendidik.
Dalam kasus ini, guru telah mengingkari pentingnya nilai kejujuran.
Sebagai pendidik, idealnya guru harus mampu bertugas dan berperan sebagai : konservator (pemelihara), transmitos (penerus), transpormator (penerjemah), dan organisator (penyelenggara) sistem nilai yang merupakan sumber norma bagi siswa.
Tingkat kelulusan suatu sekolah, akan berpengaruh terhadap tingkat kelulusan Kab/Kot dan berpengaruh pula pada pencapaian kelulusan tingkat Provinsi.
Jadi,. Bukan hanya siswa yang tertekan menghadapi UN, guru pun demikian.
Ada tuntutan yang tak tertulis yang meminta agar guru berhasil melatih siswa dengan baik sehingga mereka berhasil lulus.
Dari tahun ke tahun, standar kelulusan mengalami peningkatan.
Tujuannya, tak lain agar kualitas pendidikan pun meningkat pula.
Yang jadi pertanyaan, percayakah kita pada hasil UN tahun - tahun lampau sebagai hasil yang murni, sehingga standar kelulusan selalu ditingkatkan ... ?
Beberapa guru dari Komunitas Air Mata Guru (KAMG) yang memaparkan kecurangan pada UN 2007 lalu menandakan bahwa UN tahun lalu tidak murni. Tak mustahil hal serupa juga terjadi di daerah - daerah lain.
Namun, hasil UN yang tak menggambarkan hasil sesungguhnya itupun dijadikan tolok ukur kualitas pendidikan dan ditindak-lanjuti dengan menaikkan standar nilai kelulusan.
Dalam psikologi,. Sebuah aksi akan disambut oleh reaksi. Kecurangan dalam UN adalah salah satu reaksi negatif yang dipicu oleh rasa tidak percaya diri.
Bagaimana dapat percaya diri, bila siswa belajar dikelas yang hampir roboh, dengan gizi yang memperihatinkan, dan beragam persoalan yang membelit dunia pendidikan kita.
Sejatinya,. Kondisi apapun bukan alasan untuk tidak percaya diri.
Tapi,. inilah kenyataannya. Pemerintah tidak boleh begitu saja menyamakan kemampuan siswa di seluruh nusantara, dengan kondisi mereka yang berbeda.
Tuntutan pemerintah belum sebanding dengan apa yang dapat mereka berikan.
Peningkatan standar nilai kelulusan yang tidak dibarengi oleh peningkatan dukungan standar minimal pendidikan, membuat sekolah - sekolah teruma di daerah pinggiran merasa ragu dan tak percaya diri dalam menghadapi UN.
Dilain pihak,. Pemerintah tetap bergeming dengan tuntutan pemenuhan anggaran pendidikan 20% dari APBN/APBD.
Malahan kenyataan pahit harus diterima, karena gaji guru di masukkan ke dalam anggaran sehingga tiba-tiba anggaran pendidikan pun meningkat.
Sekolah itu mahal,. Tidak semua orang dapat menempuhnya.
Tidak lulus adalah mimpi buruk. Terlebih bagi siswa dari kalangan yang tidak mampu.
Inilah beberapa alasan guru di Deli Serdang (Sumut) melakukan kecurangan saat UN.
Ironis memang,. Para pahlawan tanpa tanda jasa itu di gelandang oleh pihak berwajib, guna mempertanggung jawabkan kesalahan karena bisikan nurani untuk menolong siswa dari ketidak adilan sistem pendidikan kita.
Lalu,..
Adilkah bila hanya guru itu yang di salahkan ... ?!
No comments:
Post a Comment